The Moon That Embraces The Sun – Episode 18
“Bukankah bagus sekali bisa berbaring bersama seperti ini?” tanya Hwon yang berbaring di tempat tidurnya. “Ya, itu benar,” jawab Yeon-woo yang juga berbaring di tempat tidur.
Hwon memanggil kasim Hyung. “Tidakkah ini terlalu berlebihan?”
Hahahaha…ternyata kasim Hyung duduk dengan mata ditutup kain di antara Hwon dan Yeon-woo.
“Kau tidak benar-benar percaya aku akan melakukan sesuatu sebelum upacara (pernikahan) dilakukan bukan?” tanya Hwon kesal, “Apa kau tidak percaya padaku?”
Kasim Hyung menghela nafas panjang. “Hamba percaya pada Yang Mulia. Tapi hamba tidak bisa percaya pada desakan dalam diri Yang Mulia yang telah tersimpan begitu lama.”
Hwon menghentak-hentakkan kakinya di dalam selimut. Ia bertanya dengan kesal bagaimana ia bisa tidur dengan keadaan seperti ini. Kasim Hyung membuka penutup matanya. Ia bertanya bisakah Hwon berjanji padanya. Ia minta Hwon berjanji tidak akan…benar-benar tidak akan…bagaimanapun juga…tidak akan menyerah pada naluri pria dalam diri Hwon…tidak akan menyentuh Yeon-woo bahkan seujung jari pun.
Hwon duduk dan berteriak marah. Ia berkata kasim Hyung telah melewati batas. Yeon-woo buru-buru duduk dan membujuk kasim Hyung. Mungkin ia juga khawatir Hwon akan menghukum kasim Hyung. Kasim Hyung melihat wajah memelas Yeon-woo dan memalingkan wajahnya. Hahaha…mana tahan dia sama wajah Yeon-woo. Seul aja ngga tahan.
“Jika aku memikirkan 8 tahun lamanya aku tidak bisa melihat Yang Mulia, rasanya tidak akan cukup walau aku melihatnya siang dan malam. Tolong biarkan aku melihatnya sesuka hatiku walau dalam kegelapan.”
Kasim Hyung menghela nafas menyerah. “Hamba akan menganggap permintaan Puteri sebagai permintaan seorang anak perempuan pada ayahnya. Jadi bawalah Yang Mulia ke dalam mata dan hati Puteri sesuka hati.”
Hwon tercengang. Kasim Hyung bangkit berdiri dan meninggalkan kamar Hwon. Hwon mengomel kasim Hyung (yang sudah melayaninya selama 20 tahun) tidak mengikuti perintahnya malah mengikuti keinginan Yeon-woo.
Ia berkata tenang saja, ia tidak akan menyentuh Yeon-woo sedikit pun. Hwon membaringkan dirinya kembali dengan kesal. Yeon-woo tersenyum. Ia membaringkan dirinya menghadap Hwon.
“Benarkah itu?”
“Benar. Seorang pria tidak akan menarik kembali kata-katanya,” ujar Hwon tegas.
Belum selesai Hwon berbicara, Yeon-woo mengulurkan tangannya menyentuh tangan Hwon. Hwon terkejut dan melihat tangannya. Yeon-woo menggenggam tangan Hwon.
“Karena hamba berani menyentuh Yang Mulia, apa hamba akan diusir keluar?”
Hwon tersenyum senang. “Tidak akan.”
“Apa Yang Mulia akan menghukum hamba?”
“Tentu saja tidak,” ujar Hwon.
“Yang Mulia sedikit pun tidak menyentuh hamba.” (Yeon-woo yang menyentuh Hwon hehe^^)
Hwon berdehem dan balas menggenggam tangan Yeon-woo. Keduanya berpandangan. Mereka tidur berpegangan tangan dengan senyum menghiasi wajah mereka.
Bo-kyung mendapat laporan kalau dayang mata-matanya telah menghilang. Sepertinya ia dipindahkan ke istana lain (fiuh…syukurlah) dan tidak bisa ditemukan di manapun. Selain itu dayang Hwon pun semuanya diganti dengan dayang baru, kecuali para dayang yang telah mengikutinya sejak ia kecil. Bo-kyung yakin Hwon sedang menyembunyikan sesuatu di kediamannya. Tapi apa?
Min-hwa berlari-lari dengan gembira di dalam istana. Ibu mertuanya mengingatkan agar Min-hwa berhati-hati. Min-hwa meminta maaf. Ia ingin memberi tahu kabar gembira ini secepatnya pada ibunya. Ibu mertuanya mengerti tapi ia mengingatkan agar Min-hwa berhati-hati menjaga dirinya. Minn-hwa mengerti dan berjanji akan lebih berhati-hati mulai sekarang.
Maka Min-hwa pun mulai berjalan dengan anggun. Ia berpapasan dengan Hong Gyu-tae. Hong memberi salam pada Min-hwa. Min-hwa tidak mengenal Hong. Hwon memperkenalkan dirinya. Dengan ceria Min-hwa memuji penampilan Hong yang berani dan memintanya melayani Raja sebaik mungkin. Ia lalu berjalan pergi.
Hong menoleh ke arah Min-hwa pergi. Ia teringat percakapannya dengan Hwon.
Hong melapor pada Hwon. Sesuai perintah Hwon, ia telah menemui mantan kasiam bertugas mengingat catatan kerajaan (hmm…hebat bener ya, memory man?) tapi ia tidak menemukan informasi yang berarti.
Dengan ragu-ragu, Hong meneruskan laporannya. Sebelum Raja Seongjo memerintahkan agar kasus Yeon-woo ditutup, Raja terlihat beberapa kali mengunjungi kediaman Puteiri Min-hwa. Yeon-woo yang mendengar percakapan itu dari kamarnya terlihat khawatir.
Hong berkata Raja Seongjo sangat menyayangi Puteri jadi itu bukanlah hal yang aneh tapi ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Setelah Raja Seongjo mengunjungi Puteri Min-hwa berkali-kali, Raja memilih Ratu yang sekarang (Bo-kyung) tanpa melalui proses seleksi lagi. Terlebih lagi, Hong telah berbicara dengan salah satu dayang kediaman Min-hwa waktu itu. Dayang itu berkata selain Raja Seongjo, Ibu Suri Yoon pun sering mengunjungi Puteri Min-hwa.
Hong hendak menjelaskan mengenai guna-guna yang ditimpakan pada Yeon-woo waktu itu. Awalnya Hwon berkata tidak perlu karena ia sudah mendengar dari shaman Jang. Tapi ia berubah pikiran dan meminta Hong meneruskan laporannya.
“Tidak ada yang khusus. Setiap guna-guna memang berbeda tapi kadang guna-guna seperti itu membutuhkan manusia.”
“Manusia? Menggunakan manusia untuk membuat guna-guna?”
“Benar Yang mulia, seorang perawan dengan harapan dan obsesi tinggi akan memperkuat guna-guna.”
Hwon teringat pada percakapannya dengan Ibu Suri Yoon. Ibu Suri berkata ia menutupinya demi melindungi Hwon dan orag-orang yang sangat disayangi Hwon. Ibu Suri juga berkata pasti ada alasan mengapa Raja Seongjo menutupi peristiwa itu. Bahkan Yeon-woo pun mengatakan hal yang sama. Ayahnya dan neneknya berulang kali mengunjungi kediaman Min-hwa. Hwon menyatukan semua informasi itu di benaknya.
“Yang Mulia? Yang Mulia?” panggil Hong khawatir.
“Sudah cukup. Kau boleh pergi.”
Hong keluar dari kamar Hwon.
“Kenapa? Kenapa Puteri Min-hwa?” tanyanya dalam hati. Tampaknya Hwon menyadari Min-hwa terlibat dalam peristiwa 8 tahun lalu.
Ibu Suri Han sangat bahagia mendengar kabar gembira dari puterinya. Min-hwa hamil. Ibu Yeom berkata tadinya ia khawatir karena Min-hwa terus mengurung diri di kamar, ternyata itu karena kehamilannya. Ibu Suri Han berkata ia sangat bangga dengan puteri Min-hwa.
Min-hwa meminta ijin pada ibu mertuanya untuk pulang lebih dulu. Ibu mertuanya heran, apakah Min-hwa tidak enak badan. Min-hwa berkata ia ingin memberitahu kabar ini secepatnya pada Yeom. Ny. Shin meminta Min-hwa tinggal lebih lama untuk menemani Ibu Suri. Bukankah Min-hwa sudah lama tidak datang ke istana (tampaknya sejak ia tak sengaja bertemu neneknya). Ibu Suri Han memperbolehkan Min-hwa pergi lebih dulu sedangkan ia masih ingin berbincang dengan Ibu Yeom.
Min-hwa senang sekali. Ia buru-buru berdiri. Ibunya mengingatkan agar Min-hwa tidak lupa mengunjungi Hwon.
Hwon duduk termenung. Ia ingat percakapannya dengan ayahnya setelah kematian Yeon-woo. (Yeo Jin-gu^^) Ketika itu ayahnya meminta maaf pada Hwon. Ia bahkan tak berani mengatakan hal itu dengan memandang wajah puteranya. Ayahnya meminta maaf karena ia tidak berdaya dan tidak bisa melindungi Yeon-woo.
Raja Seongjo berkata Hwon adalah seorang yang pintar dan cerdas. Suatu hari Hwon pasti akan mengerti. Ia minta Hwon mengingat perkataannya.
“Tolong maafkan orang-orang yang kulindungi. Tolong lindungi mereka.”
Hwon tidak mengerti ucapan ayahnya.
“Meskipun tidak bisa melakukannya, maafkan ayah.”
Hwon meminta maaf karena ia benar-benar tidak mengeti apa maksud perkataan ayahnya.
“Putera Mahkota, kedudukan Raja adalah tempat yang sangat sepi. Selalu ada musuh di setiap tempat dan semua orang bisa menjadi musuh. Ada saat nya kau harus melakukan hal-hal yang tidak kauinginkan. Musuh itu bisa saja anggota keluargamu sendiri. Ayah mohon, maafkan anggota keluargamu.”
“Siapa orang yang harus putra maafkan dan lindungi?” tanya Hwon waktu itu.
Hwon ingat Min-hwa kecil memasuki tempatnya belajar dan menangis keras karena Hwon telah mengatakan hal yang buruk tentang dirinya di depan Yeom.
“Yang Mulia? Yang Mulia?” panggil Yeon-woo dari kamar di belakang Hwon.
“Apakah kau sudah tahu? Karena itu kau menyembunyikan kenyataan bahwa ingatanmu telah kembali?” tanya Hwon sedih.
Tanpa menunggu jawaban Yeon-woo, Hwon berlari keluar kamarnya dan pergi ke aula istana. Ia membayangkan kejadian 8 tahun lalu.
Ketika itu ayahnya marah karena Hwon berlutut memohon ayahnya agar mencabut perintah Yeom menikah dengan Min-hwa. Ayahnya marah dan menyuruhnya berdiri saat itu juga tapi Hwon tetap berlutut. Ia berkata menghentikan karir orang berbakat seperti Yeom sama saja dengan membunuhnya.
“bagaimana kau bisa membandingkan antara menikah dengan anggota keluarga kerajaan dan hukuman mati!”
Hwon berkata membunuh seseorang tidak hanya dengan mengambil nyawanya. Ia mohon sekali lagi agar ayahnya menarik perintah untuk menjadikan Yeom sebagai uibin.
Saat itu ayahnya mengusirnya dari Aula istana. Tapi Hwon tidak mau beranjak sebelum ayahnya mengabulkan permohonannya.
“Apa kau harus diseret oleh para pengawal kerajaan?!”
“Yang Mulia!”
“Ikuti aku!”
Raja Seongjo berjalan keluar dari aula istana. Hwon remaja berdiri dan mengikuti ayahnya. Tampaknya Raja Seongjo tidak mau berbicara di depan para menteri terutama di depan Yoon.
Raja Seongjo bertanya apakah Hwon tidak tahu apa yang baru saja Hwon lakukan tadi. Hwon berkata ia hanya ingin melindungi Yeom.
“Melindungi? Apa kau tahu berapa banyak orang yang berada dalam bahaya karena perbuatanmu hari ini? Karena kau mengungkapkan perasaanmu di depan para menteri, bukan hanya Heo Yeom tapi juga ayahnya menjadi target para menteri.” (karena Hwon membela Yeom di depan para menteri, ini sama saja mengumumkan kalau Hwon berpihak pada keluarga Heo yang notabene musuh para menteri. Para menteri akan merasa semakin terancam)
Bahkan sekarang Raja Seongjo pun akan dicurigai para menteri. Dan rakyat Joseon akan menderita di bawah pemerintahan para menteri menyedihkan itu. Apakah Hwon tidak tahu berapa banyak kerusakan yang ditimbulkannya? Bahkan langit dan tanah Joseon tidak mampu menampungnya. Ia bertanya memangnya siapa yang bisa Hwon lindungi.
“Kalau begitu, apakah putera harus diam saja dan tidak melakukan apapun? Tidak mengubah apapun? Tidak melindungi siapapun? Dan hanya mengikuti teladan pemerintahan sebelumnya seperti orang yang tidak berkemampuan?! Apa Ayah menyuruhku hidup seperti itu? Seperti itukah arti seorang Raja?”
Raja Seongjo berkata semakin Hwon ingin melindungi seseorang, semakin orang-orang itu terluka. Semakin banyak yang ingin diraih, semakin banyak kehilangan. Itu adalah takdir Hwon.
Ia berkata jika Hwon ingin melindungi dan memperoleh sesuatu, Hwon harus membuang yang lainnya. Memperoleh dengan membuang, membuang untuk melindungi.
“Jadi apa yang Ayah peroleh (dengan mengorbankan Yeom)? Apa yang Ayah peroleh dan apa yang Ayah buang?”
Daam hatinya raja Seongjo berkata,” Aku kehilangan pengikut yang setia (Yeom), dan aku mendapat ayahnya. Aku kehilangan Yang Myung, demi melindungimu. Aku kehilangan Puteri Mahkota, demi adikmu.”
“Putera tidak akan seperti itu. Jika itu adalah hal yang benar, putera akan melindunginya walau harus mempertaruhkan segalanya. Jika itu adalah salah, putera akan membuangnya walau harus kehilangan segalanya. Joseon-ku akan seperti itu.”
Hwon memberi hormat pada ayahnya lalu pergi. Ketika ia membuka pintu ia berhadapan dengan Hwon dewasa.
Mereka bertatapan. Hwon remaja dengan penuh kepercayaan diri dan tekad kuat sementara Hwon dewasa dalam keadaan terpukul dan bingung.
“Apa kau telah melupakan keputusan yang telah kaubuat? Apa kau lupa dengan politikmu? Mengembalikan semuanya dan setiap orang dalam tempat yang benar. Kembalikan kedudukan pada orang-orang yang berhak dari yang tidak berhak. Itulah yang harus kaulakukan sebagai Raja di masa yang akan datang. Kau tidak akan mengikuti jejak yang lama. Apakah kau lupa?!” tegur Hwon remaja.
Hwon tak bisa menjawab. Terpana memandangi ruang kerjanya yang gelap dan kosong.
Ketika ia kembali ke kediamannya, Min-hwa telah menunggunya. Min-hwa menyapa kakaknya dengan ceria. Hwon memandangi adiknya dengan perasaan terpukul.
Min-hwa berkata ia dengar kakaknya sudah semakin sehat tapi mengapa wajah Hwon seperti itu.
“Min-hwa, apakah kau begitu menginginkan sarjana Heo?”
Min-hwa tersenyum, “Apa?”
“Jadi itukah sebabnya kau melakukah hal sekeji itu?”
Min-hwa pura-pura tidak mengerti maksud Hwon dan tetap tersenyum menanyakan maksud kakaknya.
“Adik perempuan sarjana Heo!”
Walau terguncang, Min-hwa tetap pura-pura tidak mengerti
“Mengapa? Mengapa kau melakukannya? Terlibat dalam guna-guna Puteri Mahkota. Mengapa!!!” bentak Hwon.
Min-hwa tersentak kaget. Menyadari Hwon sudah mengetahui semuanya, satu-satunya yang ada dalam pikirannya adalah Yeom tidak boleh tahu. Ia membungkukkan kepala dan dan dengan panik memohon agar Hwon merahasiakan hal ini dari suaminya. Hwon boleh menghukumnya tapi ia mohon suaminya dilepaskan.
Hwon menahan tangisnya dan menyuruh Min-hwa mengangkat kepalanya. Min-hwa mengangkat kepalanya dengan takut-takut.
“Kau…apakah kau tahu apa yang sudah kaulakukan?” tanya Hwon frustrasi.
“Tatapan yang sama…suara yang sama…dengan kata-kata yang sama…ayah juga berkata demikian padaku.”
Kilas balik:
Min-hwa menangis dan berlutut meminta diselamatkan oleh ayahnya. “Apa kau tahu apa yang sudah kaulakukan?” seru ayahnya marah. Minhwa berkata ia tidak tahu. Ia benar-benar tidak tahu. Neneknya menyuruhnya duduk di sana. Jika ia melakukannya ia akan mendapatkan Yeom. Ia tidak tahu Yeon-woo akan mati.
Raja Seongjo menghampiri puterinya dan memegang tangannya erat-erat. Ia berkata tidak boleh ada seorangpun yang tahu. Sampai Min-hwa mati, Min-hwa harus menutup mulutnya. Terguncang, Min-hwa mengangguk.
Kembali ke saat ini. Min-hwa menangis ia benar-benar tidak tahu. Ia baru menyadari akibat perbuatannya ketika melihat Yeom duduk di kamar Yeon-woo yang kosong dan menangis sejadi-jadinya.
“Kau berdosa pada Ayah. Kau berdosa pada kepala sarjana (ayah Yeom dan Yeon-woo). Padaku dan Yeon-woo!”
Yeon-woo menangis di kamarnya.
“Bagaimana kau membayar perbuatanmu itu? Kau akan membayarnya dengan apa?!” seru Hwon sambil menangis.
“Walau aku kembali ke waktu itu! Aku…tetap akan memilih suamiku.” ujar Min-hwa.
Hwon menggelengkan kepala tak pecaya.
“Walau aku menerima ribuan hukuman! Walau aku dilempar ke neraka!! Aku tidak menyesali keputusanku waktu itu,” Min-hwa tersenyum.
Terpukul dengan perkataan adiknya, Hwon berkata ia harus menghukum Min-hwa. Dengan begitu ia baru bisa menghukum yang lainnya.
“Aku akan menerima hukuman itu. Tapi tolong jangan hukum suamiku. Dan juga bayi dalam perutku, benih dari suamiku. Jangan hukum mereka,” Min-hwa menangis.
Hwon terhenyak, apa yang baru saja Min-hwa katakan? Min-hwa tersenyum di tengah tangisnya. Ia berkata ia harus pergi sekarang, suaminya telah menunggunya. Min-hwa keluar meninggalkan Hwon.
Hwon menangis tak percaya melihat ketidakpedulian adiknya. Ia berteriak sejadi-jadinya dengan hati hancur.
Yeom mondar mandir menunggu kedatangan Min-hwa. Min-hwa datang dengan wajah sedih. Melihat wajah Min-hwa, Yeom jadi khawatir dan bertanya apakah tabib mengatakan hal yang buruk. Min-hwa menggeleng. Ia memberitahu Yeom kalau ia sedang mengandung.
Yeom tertawa bahagia. Wajahnya kembali serius dan meminta maaf karena ia tidak menyadarinya sama sekali. Min-hwa bekata ia juga tidak menyadarinya.
Min-hwa mulai menangis dan berkata ada yang harus ia katakan pada Yeom.
“Sebenarnya…sebenarnya….,” Min-hwa tak sanggup meneruskan perkataannya. Ia terus menangis.
Yeom jadi khawatir kalau Min-hwa tidak menginginkan bayinya. Min-hwa menggeleng. Ia sangat menginginkan bayi ini. Yeom tersenyum lega dan meraih tangan Min-hwa dan berterima kasih. Ia meminta maaf karena tidak membalas kebaikan puteri Min-hwa selama ini. Yeom berkata berkat Min-hwa ia bisa menemui ayahnya dengan bangga. Yeom berjanji ia akan melayani dan mencintai Min-hwa lebih lagi.
Yeom memeluk Min-hwa yang tak bisa berhenti menangis. Ia meminta Min-hwa berhenti menangis atau anaknya akan terkejut. Min-hwa menangis sejadi-jadinya. Yeom tersenyum (mungkin dia pikir Min-hwa terharu dengan perkataannya). Seul melihat semuanya dari balik tembok.
Seul kembali ke tempat shaman Jang. Janshil melihatnya dan tersenyum. Tiba-tiba ia kerasukan dan berkata, “Itu anak laki-laki (anak Yeom). Ia akan pintar seperti ayahnya. Tampan dan berkepribadian. Suatu saat ia akan menjadi orang penting di negeri ini.”
Mendengar itu Seul menangis. Janshil sadar dan bertanya mengapa Seul menangis, apakah ia telah mengucapkan kata-kata yang membuat Seul sedih. Shaman Jang membuka pintu dan menegur Seul. Bukankah telah melarang Seul kembali ke sana (ke kediaman keluarga Heo)? Mengapa ia tidak menurut?
“Apa yang harus kulakukan karena Tuan begitu malang. Ia menikah dengan wanita yang membunuh adiknya,” Seul menangis sedih.
“Jangan ribut!” seru shaman Jang, khawatir ada yang mendengar perkataan Seul. Seul berkata mengapa shaman Jange memberitahunya. Shaman Jang mengingatkan, Seul-lah yang yang mengancam akan pergi ke iatana mencari jawaban jika shaman Jang tidak mau mengatakannya.
“Kau seharusnya tetap tidak mengatakannya. Tuanku dan Nonaku. Apa yang harus kulakukan??”
Shaman Jang dan Janshil tak bisa berkata apa-apa lagi.
Hwon tenggelam dalam kesedihannya. Yeon-woo memanggilnya dan bertanya apakah ia boleh keluar menemui Hwon. Hwon melarangnya.
“Aku tidak bisa melihatmu. Aku bersumpah akan menangkap orang yang membuatmu seperti itu dan menghukum mereka. Tapi orang yang melakukan itu adalah keluarga sedarahku. Orang yang mencoba membunuhmu, membunuhmu dan menutupi semuanya, adalah keluarga sedarahku. Apa hakku? Bagaimana aku bisa melihatmu?” Hwon menunduk dan menangis.
Yeon-woo keluar dari kamarnya dan duduk di hadapan Hwon. Hwon menatapnya.
“Bukankah Yang Mulia bertanya mengapa hamba menyembunyikan kalau hamba sudah mengingat semuanya? Inilah yang hamba takutkan. Yang Mulia akan menyalahkan diri sendiri dan tidak mau melihat hamba.”
Hwon menangis dan berkata pada dasarnya semua yang terjadi pada Yeon-woo adalah kesalahannya.
“Jika Yang Mulia berkata seperti itu, hamba akan mulai menyalahkan diri hamba sendiri karena telah bertahan hidup.”
“Apa yang harus kulakukan?” tanya Hwon.
“Tolong tutupi semuanya. Jika Kakak mengetahui hal ini, ia tidak akan bisa menerimanya.”
Hwon bertanya apakah Yeon-woo tidak merasa diperlakukan tidak adil karena harus bersembunyi selama ini dan tidakkah Yeon-woo ingin pembalasan atas semua penderitaan yang telah dialaminya.
“Itu mengerikan. Itulah sebabnya hamba tidak mau membagi kepedihan yang mengerikan ini dengan Kakak.”
Hown bertanya apakah Yeon-woo hanya mengasihani kakaknya dan tidak mengasihani Hwon. Jika Yeon-woo tidak menjadi ratu, ia harus memeluk wanita lain (untuk menghasilkan keturunan). Apakah ia tidak menyedihkan di mata Yeon-woo? Apakah Yeon-woo tidak merasa buruk untuk dirinya sendiri. Yeon-woo menunduk dan menangis bersama Hwon.
Keesokan harinya, Hwon pergi menemui Ibu Suri Yoon. Ia meminta Ibu Suri Yoon pindah ke istana di Onyang. Hwon berkata udara di sana bagus untuk kesehatan Ibu Suri (wah pembalasan nih, dulu Hwon yang disuruh istirahat di Onyang dan malah bertemu Yeon-woo lagi^^). Ibu Suri bertanya apakah Hwon menyuruhnya pindah karena benar-benar memikirkan kesehatannya.
“Berhentilah terlibat dalam politik dan beristirahatlah dengan tenang,” ujar Hwon.
“Itu tidak akan terjadi. Tidak ada yang bisa menurunkanku dari posisi ini.”
Hwon mempersilakan Ibu Suri memilih, pergi ke istana di Onyang atau dihukum karena kejahatan yang telah dilakukannya.
Ibu Suri berkata kejahatan apa yang ia lakukan. Pembunuhan Puteri Mahkota 8 tahun lalu dengan guna-guna. Ibu Suri meminta Hwon membuktikannya. Juga kejahatan karena melibatkan Puteri Min-hwa dalam guna-guna itu.
“Buktikan itu,” ujar Ibu Suri dengan tenang.
Hwon mengingatkan dengan kerasa bahwa ia bukan ayahnya. Ia tidak akan bersikap lunak hanya karena mereka keluarga. Ia menyarankan Ibu Suri meninggalkan semuanya dan pindah ke Onyang. Itu adalah hal terakhir yang bisa ia lakukan sebagai cucunya.
“Apa yang kau dapatkan dengan melakukan hal ini?’
“Keadilan. Itulah yang kupelajari.”
Ibu Suri berkata mengapa Hwon tidak sadar kalau Hwon masih membutuhkannya. Hwon berkata ia hanya melakukan nasihat Ibu Suri untuk mengikuti hukum alam. Hukum alam Ibu Suri adalah mengikuti jejak yang telah ada. Hukum alam Hwon adalah meluruskan yang salah.Jadi ia akan mengembalikan semuanya ke tempat yang benar.
“Kau tidak bisa melakukan itu padaku.”
Hwon berkata ia tidak akan mengantar kepergian neneknya besok. Ia memberi hormat, mendoakan kesehatan neneknya. Hwon meninggalkan kediaman Ibu Suri.
Baru beberapa langkah Hwon keluar dari pintu kamar Ibu Suri. Terdengar teriakan Ibu Suri.
“Yang Mulia!!! Tahta yang kaududuki sekarang, apakah kau tidak tahu kekuasaan siapa yang membuatmu mendudukinya? Aku! Nenekmu! Yang mengotori kedua tangan dengan darah demi melindungi posisi itu untukmu. Istana Onyang?! Turun dari posisiku?! Tidak ada hukum seperti itu!!. Kau tidak bisa melakukannya!! Kau tidak….”
Uhuk..uhuk… denger teriakan Ibu suri, malah terngorokkanku yang terasa seret :p
Mungkin kelelahan sehabis berteriak-teriak tak karuan, Ibu Suri jatuh pingsan. Para dayang menghambur masuk. Hwon mengetahui Neneknya pingsan tapi ia terus berjalan meninggalkan kediaman Ibu Suri tanpa menoleh ke belakang sedikitpun. Tampaknya Hwon akan melakukan keputusannya dulu. Ia akan mengembalikan semuanya ke tempat yang benar.
Kabar itu segera didengar para menteri. Mereka khawatir posisi mereka juga tidak aman. Tidak seperti yang mereka perkiraan, Hwon tetap bertindak walau sudah mengetahui kebenarannya. Ini sama saja dengan mengumumkan perang. Akan ada kekacauan muai sekarang. Mereka takut mereka tidak akan dibiarkan hidup. Yoon berkata mereka harus menyerang lebih dulu.
“Seperti pepatah: jika kau tidak tahan panasnya dapur maka pergilah keluar. Tapi tidak ada alasan untuk keluar dari dapur itu. Bukankah begitu?” (tidak ada alasan meninggalkan istana, cukup ganti Raja-nya)
Yang Myung telah pulih dan siap meninggalkan tempat ibunya. Ibunya mengajak Yang Myung berjalan-jalan.
“Pangeran Yang Myung,”
Mendengar ibunya memanggil namanya, Yang Myung tersenyum dan menyebutkan nasehat ibunya “tidak akan goyah”, “tidak akan patah”.
Sebaliknya, ibu Yang Myung menyuruh Yang Myung melakukan apapun yang Yang Myung ingin lakukan. Ia percaya Yang Myung akan mengambil keputusan yang benar.
“Ibu percaya padaku. Apakah Ibu tahu kata-kata itu berbahaya?”
Ibu Yang Myung berkata semuanya akan berlalu. Waktu akan berlalu dan musim berganti. Suatu saat kesedihan juga akan berlalu dan takdir baru akan muncul.
“Tidak peduli cara hidup apakah yang Pangeran pilih, dan keputusan apapun yang Pangeran buat dalam menjalaninya, akan percaya pada Pangeran.”
“Tak peduli keputusan apapun yang kubuat?” Yang Myung tersenyum pahit.
Yang Myung kembali ke rumahnya. Para lalat telah berkerumun di depan rumahnya. Para lalat itu adalah para pendukungnya yang menginginkan Yang Myung naik takhta.
Ia bertanya mengapa mereka berkumpul dalam cuaca dingin seperti itu. Mereka mengerubuni Yang Myung dan memintanya jangan melarikan diri. Tak seperti biasanya Yang Myung mengundang mereka masuk ke rumahnya,
Mereka mengeluarkan unek-unek mereka mengenai kesehatan Hown, belum adanya pewaris tahta dan juga belum ada malam pernikahan. Bukankah itu mengkhawatirkan? Yang Myung berkata kekhawatiran mereka tidak berdasar. Raja masih muda dan akan segera pulih. Sebenarnya apa yang mereka khawatirkan?
Seseorang berkata tentu saja mereka mengharapkan Hwon sehat tapi anggap saja mereka mempersiapkan kemungkinan terburuk.
“Mengambil jalan aman daripada menyesal? Bagus sekali,” kata Yang Myung.
“Apakah Pengeran merasa ini tidak adil? Pangeran juga berkemampuan, bukankah begitu?
“Berkemampuan?” Yang Myung tertawa, “Itu berlebihan dan berbahaya. Jadi apa yang sebenarnya kalian ingin katakan?”
Orang itu berkata jika tidak juga ada pewaris tahta maka negeri akan mengalami kekacauan politik, bukankah nanti akan terlalu terlambat untuk bertindak? Yang Myung tertawa seakan menyetujui pendapat mereka. Orang-orang itu tersenyum, mengira Yang Myung akan berpihak pada mereka.
“Jadi apa yang harus kulakukan? Rakyat membicarakan pengganti Yang Mulia walau Yang Mulia masih hidup…”
Yang Myung mengeluarkan pedangnya dan berkata sayang sekali pedang yang begiti indah harus dikotori darah para lalat.
Yang Myung menghunus pedangyna pada orang-orang itu. Ia bertanya leher siapa yang harus ia tebas lebih dulu. Ia bertanya jika ia membawa kepala pemberontak kepada Raja, berapa banyak penghargaan yang akan ia dapatkan. Pria itu ketakutan dan berkata Yang Myung telah salah paham. “Haruskan aku memotong lidah yang tidak setia sebagai peringatan?” bentak Yang Myung.
Orang itu cepat-cepat memerintahkan rekan-rekannya pergi. Yang Myung menghunus pedangnya pada pria tadi. Ia berkata jika orang itu berani mengatakan hal seperti itu lagi, tubuh dan kepalanya akan terpisah selamanya.
Orang itu pergi melapor pada Menteri Yoon. Ia berkata tadinya mereka pikir mereka telah menggoyahkan hati Yang Myung karena Yang Myung akhirnya membiarkan mereka masuk tapi mereka malah hampir kehilangan leher mereka. Yoon tersenyum dan berkata tidak akan menyenangkan jika Yang Myung menyerah dengan mudah.
Pria tadi hjuga melaporkan kalau Yang Myung menyuruh orang yang berada di belakang mereka untuk berhenti menggunakan orang lain. Orang itu harus datang sendiri menemuinya jika ada yang ingin dibicarakan dengan Yang Myung.
Yoon mempersilakan orang itu pergi. Seorang menteri tidak mengerti mengapa Yoon mendekati Yang Myung bukankah selama ini Yang Myung setia pada Raja. Menteri penjilat berkata hubungan Yang Myung dan Hwon rusak karena Yeon-wo. Yang Myung melarikan diri dengan gadis itu namun gadis itu direbut kembali oleh Hwon. Pasti Yang Myung ingin melawan Hwon. Yoon mengangguk setuju.
Tapi menteri yang lain meragukan kalau Yang Myung akan melawan Raja hanya karena seorang gadis. Mereka khawatir hal ini berbahaya, karen Yang Myung tidak akan mudah mengkhianati adiknya. Berbahaya karena jika Yang Myung melaporkan hal ini pada Hwon maka para menteri itu yang akan dalam masalah.
Yoon berkata pengkhianatan seringkali datang dari orang terdekat. Sedikit keretakan akan menghancurkan bendungan. Kesalahpahaman yang sepele bisa berakhir dengan tragedi. Ia mengingatkan Yang Myung adalah putera sulung Raja, seharusnya ia yang mewarisi tahta. Raja Seongjo memilih Hwon sebagai penerusnya, apakah itu artinya Yang Myung tidak pantas menjadi Raja?
(Hal inilah yang akan digunakan Yoon untuk menggoyahkan Yang Myung padahal Raja Seongjo jelas-jelas tahu ibunya tidak akan membiarkan Yang Myung yang lahir dari seorang selir untuk menaiki tahta, bukan karena Hwon lebih pantas dan bukan karena ia lebih menyayangi Hwon. Raja Seongjo sedang berusaha melindungi Yang Myung. Sayangnya Yang Myung tidak menyadari hal itu).
Para menteri masih tak yakin mereka bisa meyakinkan Yang Myung untuk berpihak pada mereka. Yoon berkata mereka harus mencoba.
Yoon tersenyum licik, dalam hatinya ia berkata, “Apakah Yang Mulai tidak penasaran dengan kartu terakhirku?”
Bo-kyung sedang berjalan-jalan ketika ia melihat ibunya menggandeng tangan seorang anak perempuan. Ia menyapa ibunya tpai sebelum ibunya sempat melihatnya, Bo-kyung bersembunyi. Ia bersembunyi karena melihat ayahnya menghampiri ibunya dan anak itu.
Yoon bertanya mengapa istrinya sering datang ke istana. Istri Yoon memperkenalkan anak peempuan di sampingnya sebagai keponakan yang pernah ia ceritakan pada Yoon. Ia berharap keponakannya itu bisa menjadi teman mengobrol Bo-kyung karena akhir-akhir ini Bo-kyung sedang tertekan.
Yoon melihat anak perempuan itu dan menanyakan namanya. Kim Soo-young, jawab anak itu. Yoon bertanya apakah ini pertama kalinya anak itu datang ke istana. Anak itu mengiyakan.
Yoon menanyakan perasaan anak itu masuk ke istana untuk pertama kalinya. Anak itu berkata runagn-ruangan dalam istana diatur seperti pertahanan berlapis untuk melindungi Raja dan Ratu. Yoon tampak terkesan dengan jawaban anak itu. Anak itu berkata alangkah senangnya jika bisa tinggal di tempat seindah dan sebesar itu.
Yoon tertawa dan bertanya apakah anak itu mau tinggal di istana. Ambisainya cukup besar untuk anak sekecial itu. Ia bertanya apakah anak itu mau tur mengelilingi istana. Ia teringat perkataan ayahnya ketika ayahnya dalam keadaan mabuk berkata akan membuat Bo-kyung tinggal di istana. (Dan akhirnya Bo-kyung hidup menderita di istana ><)
Bo-kyung meperlihatkan diirnya. Ibunya langsung memanggilnya. Yoon menoleh melihat puterinya. Lalu dengan dingin pergi meninggalkan tempat itu tanpa menyapa Bo-kyung sama sekali. Bo-kyung merasa terluka dengan sikap ayahnya.
Bo-kyung menerima ibunya dan sepupunya di kediamannya. Ibu Bo-kyung berkata walau anak itu masih muda tapi cukup pintar dan bisa menjadi penyemangat bagi Bo-kyung. Bo-kyung terus melihat anak itu dengan tatapan tidak suka.
“Ibu, Ayah mungkin akan membuangku.”
Ibunya bertanya mengapa Bo-kyung bisa mengatakan hal seperti itu. Bo-kyung berkata ayahnya adalah orang yang seperti itu. Jik ia tidak memerlukan Bo-kyung lagi, ia akan menbuang Bo-kyung walau Bo-kyung adalah puterinya.
Ibunya bertanya lalu siapa yang akan menggantikan Bo-kyung. Bo-kyung melirik anak itu. Ibunya terkejut. Ia meminta dayang membawa anak itu keluar. Ibunya berusaha menenangkan Bo-kyung. Walau Yoon memasukkan anak itu ke istana, paling akan menjadi selir. Tidak mungkin Hwon menginginkan anak semuda itu. Jika orang yang menduduki tahta diganti, keadaan akan berubah, ujar Bo-kyung. Dan ayahnya mungkin melakukan hal itu.
Pelayan Yang Myung melapor ada tamu yang mencari Yang Myung. Yang Myung berkata bukankah ia sudah memerintahkan agar tidak memperbolehkan seorangpun masuk. Pelayan itu mengisyaratkan tamu yang datang adalah orang yang berkedudukan tinggi.
Yang Myung pergi keluar dan melihat Yoon. Yoon tersenyum dan mengajak Yang Myung minum bersama. Mereka duduk di dalam. Yang Myung meminta Yoon langsung pada pokok pembicaraan.
Yoon bertanya apakah Yang Myung tidak ingin menjadi matahari (Raja).
“Apakah Menteri tidak mengerti kata-kata apa yang baru saja Menteri ucapkan?”
“Bagaimana bisa aku berbicara tanpa tahu artinya.”
“Menyenangkan sekali. Mengapa aku? Bagaimana dengan orang-orang berbakat di istana?”
Yoon berkata yang terpenting adalah motif dan kemampuan. Motivasi untuk menjadi raja dan kemampuan untuk menjadi raja.
Yang Myung berkata ia bukanlah orang yang cocok dengan gambaran seperti itu. Ia senang berkeliaran. Tahta yang menyesakkan tidak cocok dengan seleranya. Tidak ada motif apapun. Ia minta Yoon tidak menyeretnya dalam rencananya.
“Semua itu hanya alasan untuk menyembunyikan kalau Pangeran adalah kakak Raja.” kata Yoon sambil tersenyum.
“Kau sudah mengetahuinya. Kalau begitu Menteri seharusnya tahu aku tidak ingin terlibat dalam pengkhianatan. Jika Menteri mundur sekarang, aku akan merahasiakan pembicaraan ini dari Yang Mulia.”
“Apakah Pangeran ingin selamanya hidup di bawah bayang-bayang Yang Mulia?”
“Walau aku mungkin memiliki motif dan kemampuan, harus ada alasan yang benar untuk melakukan pemberontakan.”
Yoon berkata mereka bisa dengan mudah membuatnya. Ia berkata Hwon adalah Raja yag tidak bertanggungjawab karena menolak menghasilkan keturunan. Dalam negara berdasarkan ajaran Konfusius, Hwon membiarkan seorang shaman mendatangi kamarnya tiap malam. Dan Raja yang tidak menghormati orang yang lebih tua, bukankah semua alasan itu cukup?
Yang Myung berkata shaman itu bukan sembarang shaman. Ia adalah Puteri mahkota yang mati 8 tahun lalu dan bangkit dari kematian. Yoon tampak terkejut karena Yang Myung sudah mengetahuinya. Yang Myung berkata ia sudah tahu karena ia seorang yang pintar.
“Jadi Pangeran sudah tahu dan tetap ingin mengambil wanita Yang Mulia? Padahal itu adalah tindakan melawan Raja?”
Ekspresi wajah Yang Myung berubah mendengar perkataan Yoon.
Hong dipanggil menemui Hwon. Hwon memuji Hong telah bekerja dengan baik. Ia berterima kasih berkat Hong ia bisa mengungkap segalanya. Hong berkata ia khawatir informasi yang ia berikan menyebabkan banyak masalah bagi Hwon.
Hwon berkata ia memerlukan semua informasi itu untuk mengetahui banyak hal. Ia berniat memberikan penghargaan pada Hong tapi masih ada tugas yang harus diselesaikan oleh Hong. Kasim Hyung menyerahkan sebu a dokumen pada Hong. Hwon berkata dokumen itu berisi daftar orang-orang yang harus Hong temui dan apa yang harus Hong lakukan mulai sekarang. Hong bekata ia akan mematuhi peritntah dan pergi keluar diikuti kasim Hyung dan Woon.
Setelah semuanya keluar, ia memberitahu Yeon-woo bahwa ia telah menantang musuh dan mereka pasti akan segera menyerang balik. Tak lama lagi akan beredar kabar tidak baik mengenai dirinya. Yeon-woo berkata kehadirannya telah menjadi beban bagi Hwon. Hwon menoleh dan bertanya apakah Yeon-woo pikir ia akan diam saja dan membiarkan dirinya diserang. Ia meminta Yeon-woo menunggu dan melihat. Akan ada desus desus menarik di antara rakyat. Yeaaay Hwon in action!!
Lalu Hwon mengajak Yeon-woo berjalan-jalan. Ia menggandenga tangan Yeon-woo menuju istana Bulan Perak. Hwon berkata ia menyembunyikan sebuah hadiah untuk Yeon-woo di tempat ini. Yeon-woo dengan sopan berkata ia telah memiliki semuanya, bagaimana bisa ia menginginkan hal lainnya. Hwon berkata ia sudah mempersiapkan hadiah itu untuk Yeon-woo jadi sebaiknya Yeon-woo mencarinya.
Yeon-woo mulai mencari ke sana kemari. Ia bahkan melihat langit-langit dan memperhatikan lantai dengan teliti.
”Siapa yang berkata tidak memerlukan apa-apa lagi?” ujar Hwon geli melihat begitu seriusnya Yeon-woo mencari.
Yeon-woo bertanya hadiah apa itu, mungkin ukurannya terlalu kecil hingga tak bisa dilihat dengan mata telanjang.
“Apa maksudmu dengan kecil? Itu tidak kecil.”
Yeon-woo tertegun. Ia berdiri dan menghampiri Hwon.
“Apakah Yang Mulia memberikan Istana Bulan Perak untuk hamba?” tanya Yeon-woo tak percaya.
Hwon tertawa, Yeon-woo ternyata ambisius. Bukan itu.
“Kalau begitu apa?”
“Apa yang akan kuberikan adalah sesuatu yang tidak bisa ditukar dengan apapun di dunia ini. Unik dan tak tertandingi. Sesuatu yang sangat diinginkan semua wanita.”
“Tidak mungkin.”
“Kau telah menebaknya. Benar, akulah hadiahnya.”
LOL^^
Yeon-woo tertawa. Hwon bertanya mengapa Yeon-woo tertawa, apakah perkataannya lucu. Yeon-woo berkata ia sangat menyukainya. Sangat-sangat menyukai hadiahnya.
Hwon memeluk Yeon-woo.
“Kau sudah memberikan hatimu padaku. Aku akan memberikan diriku seluruhnya.”
Yeon-woo terkejut, “Yang Mulia…” (mungkin artinya Hwon bertekad mengembalikan semua pada tempatnya, termasuk posisi Yeon-woo)
Yoon terus berusaha menggoyahkan Yang Myung. Ia bertanya apakah Yang Myung telah menyerah mengenai Yeon-woo dan memberikannya pada Hwon. Hwon akan membuat Yeon-woo menjadi Ratu. Ia juga bertanya apakah Yang Myung sudah lupa betapa berbedanya Raja Seongjo memerlakukan dirinya dan Hwon. Yang Myung terpaku. Yoon bertanya apakah Yang Myung sudah lupa perlakuan tidak baik ayahnya padanya.
Yang Myung tertawa canggung dan berkata, “Menteri, Kau telah salah memilih orang…benar-benar salah. Apa Menteri begitu menganggap rendah diriku mengira aku akan melakukan kejahatan seperti itu hanya karena cemburu? Untuk mengejar tahta? Aku tidak tertarik pada tahta atau ingin menyakiti Yang Mulia atau untuk kekayaan dan ketenaran dan kekuasaan. Aku tidak memerlukan semua itu.”
Mendengar itu, Yoon mengambil pedangnya di bawah meja dan siap mengeluarkannya. Dalam hatinya ia berkata ia kecawa karena Yang Myung tidak punya rasa iri sama sekali. Jika Yang Myung kartu yang tidak berguna maka ia akan membuangnya. Yoon hendak membunuh Yang Myung.
Tapi Yang Myung belum selesai berbicara.
“Apa yang kuinginkan adalah posisi pemimpin upacara di kuil Jongmyo* dan Heo Yeon-woo. Hanya dua hal itu.”
*Kuil Jongmyo adalah kuil tempat diadakannya upacara penghormatan pada Raja terdahulu/leluhur. Biasanya dipimpin oleh Raja yang bertahta saat itu. Dalam masyarakat, upacara semacam itu dilakukan oleh putera tertua dan dalam hal ini seharusnya Yang Myung yang melakukannya. Tapi karena Hwon yang menjadi Raja maka Hwon yang melakukannya. Menurutku permintaan Yang Myung ini bukan karena ia ingin menjadi Raja tapi ia ingin diakui sebagai anak sulung Raja Seongjo.
sumber: pataragazza.blogspot.com